Breaking News
---

Anda Mau Dapatkannya Kacamata Gratis BPJS Kesehatan, Klik Sini!

Tahukah Anda bahwa saat ini peserta BPJS Kesehatan dapat mengklaim pembuatan kacamata gratis? Berdasarkan buku Panduan Layanan bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), peserta bisa mengklaim layanan ini maksimal dua tahun sekali.

Foto ilustrasi saja: Perempuan pakai kacamata

Ukuran kacamata yang dijamin oleh BPJS Kesehatan minimal 0.5 dioptri untuk lensa spheris dan 0.25 dioptri untuk lensa silindris. 

Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan hak rawat kelas 3 akan memperoleh besaran plafon Rp165 ribu. Lalu, peserta BPJS Kesehatan dengan hak rawat kelas 2 memperoleh Rp220 ribu. Terakhir, pasien dengan hak rawat kelas 1 memperoleh plafon sebesar Rp330 ribu.

Berikut caranya sebagaimana dirangkum.

Syarat klaim kacamata pakai BPJS Kesehatan

  • Paling cepat 2 (dua) tahun sekali sesuai indikasi medis
  • Bisa untuk mata minus atau silinder
  • Nilai ganti kacamata pakai BPJS Kesehatan
  • Langkah-langkah membeli kacamata dengan BPJS Kesehatan:

1. Datangi faskes tingkat I

Sama halnya dengan prosedur layanan yang lain, Anda perlu memulainya dari fasilitas kesehatan (faskes) tingkat I untuk klaim kacamata BPJS. Fasilitas kesehatan yang didatangi adalah puskesmas, klinik, atau dokter sesuai dengan yang tertera pada kartu BPJS Kesehatan Anda. Setelah itu, mintalah surat rujukan, kemudian tunjukan surat rujukan tersebut kepada dokter spesialis mata atau poliklinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

2. Kunjungi dokter mata

Begitu sampai di tempat dokter spesialis mata, peserta BPJS yang bersangkutan bisa melakukan pemeriksaan mata sekaligus mendapatkan resep untuk membeli kacamata. Pastikan untuk mendatangi dokter maupun poliklinik yang sudah ditunjuk oleh pihak BPJS agar proses pembelian kacamata dapat berjalan lancar dan tanpa kendala.

3. Resep kacamata

Setelah melakukan periksa mata dengan BPJS, Anda akan memperoleh resep kacamata yang dibutuhkan. Peserta BPJS Kesehatan harus melegalisir resep dari dokter spesialis tersebut agar bisa digunakan.

4. Datangi optik yang bekerjasama dengan BPJS

Selanjutnya, cara membeli kacamata pakai BPJS adalah mendatangi optik yang bekerjasama dengan BPJS. Di optik BPJS, Anda bisa melakukan pembelian kacamata yang sesuai dengan kebutuhan.

Untuk proses pembelian ini, sertakan fotokopi KTP dan kartu BPJS Kesehatan. Jika kacamata tidak tersedia, resep bisa dijadikan acuan untuk memesan kacamata pakai BPJS.

Sebagai bahan informasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat Indonesia.

Ternyata, BPJS Kesehatan tidak hanya menanggung biaya layanan penyakit, operasi, dan program Keluarga Berencana (KB), tetapi juga alat kesehatan, seperti kacamata, alat bantu dengar, hingga gigi palsu.

Kebijakan penanggungan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Berikut daftar alat kesehatan yang ditanggung BPJS menurut Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2023, dikutip Jumat (26/9/2023).

1. Kacamata

Pasien peserta BPJS dengan gangguan penglihatan sesuai indikasi medis akan mendapatkan tanggungan kacamata dari BPJS Kesehatan. Jaminan ini akan diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis mata dan didukung dengan hasil pemeriksaan mata.

Ukuran kacamata yang dijamin oleh BPJS Kesehatan minimal 0.5 dioptri untuk lensa spheris dan 0.25 dioptri untuk lensa silindris. Selain itu, kacamata dapat diberikan maksimal 1 kali dalam dua tahun.

Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan hak rawat kelas 3 akan memperoleh besaran plafon Rp165 ribu. Lalu, peserta BPJS Kesehatan dengan hak rawat kelas 2 memperoleh Rp220 ribu. Terakhir, pasien dengan hak rawat kelas 1 memperoleh plafon sebesar Rp330 ribu.

2. Alat Bantu Dengar

Selain kacamata, peserta BPJS Kesehatan juga bisa mendapat tanggungan biaya alat bantu dengar. Guna mendapatkan alat bantu dengar tersebut, pasien harus memiliki indikasi medis tanpa membedakan satu atau dua telinga dan telinga yang sama.

Adapun, besaran alat bantu dengar yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan maksimal sebesar Rp1,1 juta. Alat bantu dengar tersebut dapat diberikan paling cepat 5 tahun sekali berdasarkan resep dari dokter spesialis THT.

3. Protesa Gigi (Gigi Palsu)

Protesa gigi atau gigi palsu adalah pengganti gigi yang hilang akibat pencabutan atau trauma. Protesa gigi full dapat ditanggung BPJS Kesehatan dengan biaya maksimal Rp1,1 juta, sementara itu plafon untuk masing-masing rahang maksimal Rp550 ribu.

"Protesa gigi diberikan paling cepat 2 (dua) tahun sekali atas indikasi medis untuk gigi yang sama," tulis Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2023.

4. Protesa Alat Gerak

Selain protesa gigi, BPJS Kesehatan juga menanggung protesa alat gerak berupa kaki dan tangan palsu. Adapun, biaya klaim protesa alat gerak yang ditanggung BPJS Kesehatan maksimal Rp2.750.000.

"Diberikan paling cepat 5 (lima) tahun sekali atas indikasi medis untuk protesa alat gerak yang sama dan diberikan berdasarkan resep dari dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi," tulis persyaratan BPJS Kesehatan dalam Permenkes.

5. Korset Tulang Belakang

Korset tulang belakang digunakan untuk menyokong tulang belakang dan menurunkan beban tulang belakang serta persendian. Bagi peserta BPJS yang ingin memperoleh korset tulang belakang, BPJS Kesehatan akan menanggungnya dengan biaya maksimal Rp385 ribu.

Sebagai catatan, korset dapat diberikan paling cepat dua tahun sekali atas indikasi medis dari dokter.

6. Collar Neck

Collar neck atau penyangga leher adalah salah satu alat kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan dengan biaya maksimal Rp165 ribu. Serupa dengan korset tulang belakang, collar neck diberikan paling cepat dua tahun sekali atas indikasi medis dari dokter.

7. Kruk

Kruk adalah alat kesehatan berupa penyangga tubuh, seperti tongkat. BPJS Kesehatan dipastikan menanggung biaya kruk maksimal Rp385 ribu dan diberikan paling cepat 5 tahun sekali atas indikasi medis.(*)


Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan