Dalam Peringatan Hari Pahlawan Nasional 10 November 2023, Presiden Joko Widodo menyematkan gelar pahlawan kepada enam tokoh nasional. Penyematan tersebut diresmikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 119/TK/Tahun2023 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Profil Enam Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional
Profil Enam Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional

Acara penyematan dilakukan secara resmi melalui upacara di Istana Negara, Jumat (10/11/2023).

Jokowi menyerahkan gelar pahlawan nasional secara simbolis kepada ahli waris masing-masing tokoh.

Berikut ini rangkuman profil keenam orang yang mendapat gelar pahlawan nasional tahun ini. Diantaranya:

1. Ida Dewi Agung Jambe dari Bali

Raja Klungkung II Ida Dewa Agung Jambe ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2023. Ida Dewa Agung Jambe adalah Raja Klungkung yang menjadi penerus Dinasti Gelgel.

Agung Jambe gugur saat perang puputan melawan Belanda pada 28 April 1908. Puputan adalah istilah rakyat Bali untuk menyebut perang habis-habisan.

Ida Dewa Agung Jambe tak hanya dikenal sebagai pemimpin bagi masyarakat saat era Kerajaan Klungkung. Semangatnya membela tanah air juga menjadi teladan lantaran menempatkan kedaulatan dan kehormatan di atas segala-galanya.

Karena persenjataan yang tidak seimbang, Agung Jambe dan rakyatnya gugur di depan depan Pamedal Agung yang kelak menjadi saksi bisu perang heroik tersebut. Permaisuri dan putra mahkota juga gugur di medan laga.

2. Bataha Santiago dari Sulawesi Utara

Bataha Santiago yang merupakan raja ketiga Kerajaan Manganitu. Ia pun berani melawan tentara Belanda yang mana saat itu, Indonesia masih dalam negara jajahan.

Jasa yang dilakukan oleh Bataha Santiago yakni saat menolak perjanjian perdagangan dengan VOC Belanda (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Di mana VOC bermaksud menguasai perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Nusa Utara.

VOC kecewa dan marah dan Santiago pun telah siap dengan segala akibatnya. Terdapat kalimat yang terkenal yang disampaikan ketika ia mengumpulkan para pejabat kerajaan, dan semua pihak yang terkait. Maupun yang akan melibatkan diri melawan VOC adalah “I kite mendiahi wuntuang ‘u seke, nusa kumbahang katumpaeng.”

Kalimat itu berarti kita harus menyiapkan pasukan perang, negeri kita jangan dimasuki musuh. Bataha Santiago meninggal dunia di usianya 54 tahun

3. M Tabrani dari Jawa Timur

Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, lahir pada 10 Oktober 1904 di Pamekasan, Madura. Lahir dari pasangan M.Soerowitjitrodan Siti Aminah, dan merupakan satu dari delapan bersaudara.

Salah satu tokoh yang berperan penting dalam penyelenggaraan Kongres Pemuda pada 30 April – 2 Mei 1926 adalah Mohammad Tabrani. Ia juga sekaligus sebagai ketua Kongres Pemuda Pertama.

Mohammad Tabrani giat menyerukan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan oleh kaum terpelajar Bumiputra. Tabrani bahkan dianggap sebagai pencetus pertama nama bahasa Indonesia. Ia pun dijuluki sebagai Bapak Bahasa Indonesia.

4. Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah

Merangkum berbagai sumber, Ratu Kalinyamat adalah Ratu yang berkuasa di Jepara pada tahun 1549-1579. Selama berkuasa, ia dikenal bijaksana, tangguh dan juga pemberani.

Ia juga merupakan putri dari Pangeran Trenggana sekaligus cucu Sultan Demak pertama, yaitu Raden Patah. Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Ratna Kencana.

Ratu Kalinyamat sangat disegani karena di tangannya, Jepara berkembang. Jadi, Kerajaan Bahari dan sumber kehidupan utama rakyatnya berasal dari lautan.

Di bawah kekuasaannya, Jepara berkembang pesat, dan memiliki pelabuhan terbesar di Jawa. Dan juga dijaga dengan armada laut yang besar dan tangguh.

Pada tahun 1573, ayah Pangeran Hadiri, Sultan Ali Mukhayat Syah dari Aceh meminta Ratu Kalinyamat menyerang Portugis di Malaka. Tidak tanggung-tanggung, armada yang dikirim adalah 300 unit kapal, 80 unit kapal masing-masing berbobot 400 ton.

Sekitar 40 armada kapal diisi empat sampai lima ribu prajurit. Ratu Kalinyamat memimpin Jepara sekitar 30 tahun dan di masa pemerintahannya, Jepara berhasil mencapai masa kejayaan.

Ia juga dikenal sebagai penguasa perempuan pertama di Kerajaan Demak ketika kerajaan ini berkonflik politik antara keturunan Raden Patah. Karena kesuksesan inilah, Ratu Kalinyamat diakui bangsa Portugis.

5. KH Abdul Chalim dari Jawa Barat

Dari 6 pahlawan nasional yang disetujui dan ditetapkan Presiden. Satu di antaranya adalah pahlawan asal Jawa Barat yaitu KH. Abdul Chalim.

KH. Abdul Chalim lahir di Leuwimunding, Majalengka, pada tanggal 2 Juni 1898. Ia merupakan putra dari seorang Kuwu/ Kepala Desa bernama Kedung Wangsagama dan ibunya bernama Satimah.

KH. Abdul Chalim sudah mendalami pendidikan agama dari usia remaja.Hingga tahun 1913, ia melanjutkan pendidikannya di Makkah.

Sepulangnya dari Makkah, ia bergabung dengan temannya KH. Abdul Wahab Hasbullah yang memiliki komitmen untuk memerdekakan Indonesia. Ia membantu menangani dan mengelola organisasi-organisasi yang telah dirintis oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah.

Yaitu Nahdlatul Wathan yang kemudian menjadi Syubbanul Wathon. Saat mendirikan Subbanul Wathon inilah keduanya membentuk Komite Hijaz.

Bertujuan untuk mengorganisasikan ulama-ulama di Jawa, dan Madura demi mencapai kemerdekaan Indonesia. Komite Hijaz ini pada akhirnya mendorong tercapainya kesepakatan di antara para ulama untuk mendirikan Nahdlatul Ulama.

KH. Abdul Chalim wafat di Leuwimunding pada tanggal 12 Juni 1972 di Leuwimunding. Kini, namanya diabadikan menjadi nama perguruan tinggi di Mojokerto, yaitu “Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto”

6. KH Ahmad Hanafiah dari Lampung

Dilansir situs NU Online, Ahmad Hanafiah adalah seorang pejuang kemerdekaan sekaligus ulama yang paling berpengaruh. Yaitu, dari Kota Sukadana, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.

Ahmad Hanafiah lahir di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 1905. Ia adalah putra sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana, Lampung.

Semasa hidupnya, Ahmad Hanafiah pernah mengenyam pendidikan di Sukadana. Selain belajar agama Islam kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar di sejumlah pondok pesantren di luar negeri.

Seperti di Malaysia, Makkah dan Madinah. Semenjak umur lima tahun, KH Ahmad Hanafiah sudah khatam membaca Al-Qur'an.(*)