Undang-Undang (UU) Nomor 1/2024 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) resmi berlaku. UU tersebut adalah revisi dari UU Nomor 11/2008 dan UU Nomor 169/2016. 

Foto ilustrasi

Pengesahan UU ini berdasarkan Salinan UU bertujuan untuk menjaga ruang digital Indonesia. Agar bersih, sehat, beretika, produktif dan berkeadilan. 

"Bahwa untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif dan berkeadilan. Perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum," bunyi pertimbangan UU itu. 

Presiden Tanda Tangani Revisi UU ITE, Simak Perubahannya

Poin-poin revisi yang menjadi sorotan yaitu masih terdapat pasal karet dalam UU tersebut. Dalam UU tidak ada lagi pasal 27 ayat (3) tentang pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui elektronik.     

Namun, UU ITE Jilid II mencantumkan pasal 27A dan 27B. Kedua pasal tersebut menurut banyak orang merupakan pasal karet baru dalam UU ITE. 

"Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal. Dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Elektronik," bunyi Pasal 27A. 

UU tersebut juga menambahkan ayat (3) pada Pasal 28. Ayat tersebut mengatur tentang larangan menyebarkan berita bohong. 

"Setiap orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya. Memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat," ucap ayat tersebut. 

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan, penggunaan pasal 27 dan pasal 28 sudah terakomodir dalam revisi. Ia lantas berharap, UU tersebut dapat digunakan secara tepat untuk menjaga kesehatan ruang digital Indonesia.  

UU ITE Jilid II juga ternyata memberi wewenang bagi penyidik kepolisian untuk menutup akun media sosial seseorang. Hal itu ditambahkan dalam Pasal 43 huruf (i). 

"Memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses secara sementara. Terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik, dan atau aset digital," ucap pasal tersebut.   

Dalam UU disebutkan, penyebar berita bohong akan dikenakan hukuman pidana penjara enam tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. 

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar," bunyi Pasal 45 ayat (1)."

Sementara, kepada pelaku penyebar informasi bermuatan perjudian, akan dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun. Dan/atau denda paling banyak sebesar Rp10 miliar. 

UU tersebut juga memberlakukan hukuman bagi mereka yang menyerang nama baik dan kehormatan seseorang dengan cara menuduhkan sesuatu. Apalagi, tujuannya adalah untuk agar diketahui secara umum dan disebarluaskan dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. 

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun. Dan/atau denda paling banyak Rp400 juta," bunyi pasal 45 ayat (4). 

Sementara, ada pula sanksi untuk orang yang sengaja menyebarkan informasi secara elektronik. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum. 

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar," bunyi Pasal 45 ayat (10). (*)