Gencatan senjata di Gaza diumumkan kembali berlaku setelah serangan yang menewaskan dua tentara Israel memicu gelombang serangan udara balasan, menewaskan 26 orang menurut pihak Palestina.
Insiden ini menjadi ujian terberat bagi kesepakatan damai yang ditengahi Amerika Serikat (AS) bulan ini.
Militer Israel pada Minggu (19/10) menyatakan telah menyerang target-target Hamas di seluruh wilayah kantong tersebut, termasuk komandan lapangan, militan, terowongan, dan gudang senjata. Serangan ini dilakukan setelah militan meluncurkan rudal anti-tank dan menembaki pasukan Israel, yang menewaskan para prajurit.
Bantuan Kemanusiaan Sempat Ditangguhkan
Sumber keamanan Israel mengungkapkan, pengiriman bantuan ke Jalur Gaza dijadwalkan akan dilanjutkan pada Senin setelah adanya tekanan dari AS.
Sebelumnya, Israel mengumumkan penghentian pasokan bantuan sebagai respons atas apa yang disebutnya sebagai pelanggaran "terang-terangan" terhadap gencatan senjata oleh Hamas.
Serangan udara Israel tersebut dilaporkan menewaskan sedikitnya 26 orang, termasuk setidaknya satu wanita dan satu anak, menurut keterangan warga setempat dan otoritas kesehatan.
Salah satu serangan bahkan dilaporkan menghantam bekas gedung sekolah yang digunakan sebagai tempat penampungan bagi para pengungsi di wilayah Nuseirat, sebagaimana disampaikan oleh penduduk setempat.
Kutipan Pejabat AS dan Israel
Menanggapi insiden tersebut, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan telah memerintahkan militer untuk merespons dengan keras terhadap apa yang ia gambarkan sebagai pelanggaran Hamas terhadap gencatan senjata.
Sementara itu, Wakil Presiden AS, JD Vance, meragukan keberlanjutan perdamaian. Tanpa secara spesifik menyinggung serangan Israel, Vance menyatakan bahwa saat ini ada sekitar 40 sel berbeda dari Hamas dan belum ada infrastruktur keamanan untuk memastikan pelucutan senjata mereka.
"Beberapa sel tersebut mungkin akan menghormati gencatan senjata. Banyak dari sel itu, seperti yang kita lihat beberapa buktinya hari ini, tidak akan melakukannya," ujar Vance.
Di sisi lain, sayap bersenjata Hamas menegaskan tetap berkomitmen pada perjanjian gencatan senjata, menyatakan tidak mengetahui adanya bentrokan di Rafah, dan belum melakukan kontak dengan kelompok-kelompok di sana sejak Maret.
Kekhawatiran Warga dan Hambatan Perdamaian
Kekhawatiran akan runtuhnya gencatan senjata mendorong sejumlah warga Palestina bergegas membeli kebutuhan dari pasar utama di Nuseirat, sementara keluarga-keluarga di Khan Younis melarikan diri dari rumah mereka setelah serangan udara menghantam daerah dekat mereka.
Meskipun kesepakatan gencatan senjata yang berlaku sejak 10 Oktober telah menghentikan perang selama dua tahun, hambatan menuju perdamaian yang abadi di Gaza masih sangat besar.
Perselisihan mengenai penyerahan jenazah sandera yang tewas, di mana Hamas menyatakan butuh peralatan khusus untuk menemukan jasad di bawah puing-puing, menambah kerumitan situasi. Israel menuding Hamas terlalu lambat dalam memenuhi kewajibannya.(*)

