Scroll untuk melanjutkan membaca

Kemenpar Klarifikasi Tanggapan GIPI Soal UU Kepariwisataan

Jakarta: Kementerian Pariwisata mengklarifikasi pernyataan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), yang dimuat beberapa media, Minggu (12/10/2025) lalu. 

Klarifikasi menanggapi keberatan GIPI, terhadap sejumlah aspek dalam perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 atau UU Kepariwisataan.(15/10/25).

Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana (kiri) dan Ketua DPR, Puan Maharani (kanan), saat Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (2/10/2025) (Foto: Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata RI)
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana (kiri) dan Ketua DPR, Puan Maharani (kanan), saat Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (2/10/2025) (Foto: Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata RI)

Dalam keterangan tertulis Selasa (14/10/2025), Kemenpar menyebut perubahan ketiga Undang-Undang itu merupakan hak inisiatif DPR. Proses penyusunan juga melibatkan industri pariwisata dan berbagai pemangku kepentingan, melalui rangkaian konsultasi publik di berbagai daerah.

Pelibatan asosiasi pariwisata juga telah tercantum dalam Bab IV Pasal 8 ayat (2) huruf j undang-undang tersebut. Selain itu, Pasal 22 mengatur, setiap pelaku usaha berhak membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan secara resmi.

Melalui ketentuan tersebut, asosiasi pariwisata dapat terus berperan dalam membangun, dan mengembangkan pariwisata nasional secara berkelanjutan. Tidak hanya itu, hubungan kemitraan strategis antara industri dan pemerintah, akan tetap berjalan fleksibel melalui mekanisme kerja sama.

Terkait pembentukan Tourism Board, Kemenpar menyampaikan pemahaman, terhadap pentingnya lembaga tersebut dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Namun, hasil konsultasi dengan DPR RI menyepakati, tidak ditambahkannya nomenklatur baru, karena sudah diatur dalam Undang-Undang 10/2009.

Menanggapi usulan GIPI tentang Badan Layanan Umum Pariwisata (BLU Pariwisata) dengan mekanisme pungutan terhadap wisatawan, pemerintah memberikan penjelasan. Menurut PP Nomor 23 Tahun 2005, BLU merupakan instansi pemerintah yang memberikan layanan, tanpa mengutamakan keuntungan, berbasis efisiensi dan produktivitas.

Kemenpar juga menambahkan, aturan lanjutan mengenai pengelolaan BLU diatur dalam PMK Nomor 129/PMK.05/2020. Dengan demikian, pembentukan BLU pariwisata harus sesuai dengan prinsip tata kelola keuangan negara, yang akuntabel dan transparan.

Kemenpar kemudian membantah tegas, terkait tudingan GIPI bahwa konsep pungutan wisatawan mancanegara diambil pemerintah. Konsep itu merupakan usulan DPR RI, dan telah melalui proses pembahasan resmi bersama pemerintah.

Menjawab kritik GIPI soal dukungan pemerintah terhadap industri, Kemenpar menegaskan komitmen membantu pengembangan sektor pariwisata nasional. Bentuk dukungan meliputi insentif PPh 21 DTP, program magang lulusan perguruan tinggi, hingga promosi destinasi wisata di berbagai platform.

Selain itu, pemerintah juga memfasilitasi sertifikasi tenaga kerja, pelatihan berbasis kompetensi, serta peningkatan standar usaha pariwisata. Kemenpar berharap langkah-langkah tersebut menjadi bukti konkret dukungan pemerintah dalam memperkuat daya saing industri pariwisata nasional.

Sebelumnya, Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani, menyatakan kekecewaannya kepada DPR RI, yang mengesahkan UU tersebut. "Kami sangat kecewa karena GIPI dihilangkan dari Undang-Undang Pariwisata," jelasnya dalam Konferensi Pers, Minggu (12/10/2025).(*)
Baca Juga

Berita YouTube

Berita Terbaru
  • Kemenpar Klarifikasi Tanggapan GIPI Soal UU Kepariwisataan
  • Kemenpar Klarifikasi Tanggapan GIPI Soal UU Kepariwisataan
  • Kemenpar Klarifikasi Tanggapan GIPI Soal UU Kepariwisataan
  • Kemenpar Klarifikasi Tanggapan GIPI Soal UU Kepariwisataan
  • Kemenpar Klarifikasi Tanggapan GIPI Soal UU Kepariwisataan
  • Kemenpar Klarifikasi Tanggapan GIPI Soal UU Kepariwisataan
Posting Komentar
Tutup Iklan