Di Kabupaten Garut, tepatnya di Kecamatan Selaawi, semangat itu tumbuh subur lewat kolaborasi antara seniman lokal, akademisi, dan masyarakat.
Melalui pemanfaatan teknologi digital, para pelaku seni di Selaawi berupaya memperkenalkan kearifan lokal berbasis bambu ke panggung nasional hingga global.
Kreativitas digital kini menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi. Dari pembuatan konten multimedia hingga publikasi di platform digital, para seniman mampu menghadirkan karya-karya yang bukan hanya menarik, tetapi juga bernilai ekonomi.
“Teknologi digital memberi ruang baru bagi kami untuk berkarya dan memperkenalkan budaya Sunda ke dunia,” ujar Asep Ganjar Wiresna, Ketua Tim Peneliti ISBI Bandung, (13/11/25).
Selama ini, Selaawi dikenal sebagai sentra kerajinan bambu di Kabupaten Garut. Masyarakatnya telah turun-temurun mengolah bambu menjadi beragam produk bernilai tinggi mulai dari alat musik tradisional, perabot rumah tangga, hingga karya seni yang sarat makna budaya. Bambu bukan sekadar bahan baku, tetapi simbol ketangguhan dan fleksibilitas masyarakat Selaawi.
“Bambu bagi kami bukan hanya bahan kerajinan, tapi bagian dari jati diri. Dari bambu, kami belajar tentang kesederhanaan dan kekuatan untuk terus tumbuh,” tutur Yati Sulastri, salah satu pengrajin sekaligus anggota Sanggar Awi Sari.
Sanggar Awi Sari, di bawah naungan Yayasan Wulung Sari Wiragawi, menjadi pusat kegiatan seni di Kecamatan Selaawi. Sanggar ini menggabungkan seni tari, karawitan Sunda, organologi bunyi bambu, serta musik bambu modern.
Dengan memadukan unsur tradisional dan inovatif, Awi Sari menampilkan pertunjukan yang merepresentasikan identitas budaya Sunda secara utuh namun tetap relevan dengan zaman.
Nama “Awi” yang berarti bambu dalam bahasa Sunda, mencerminkan semangat sanggar dalam menumbuhkan seni berbasis akar lokal. Melalui pelatihan, pertunjukan, dan kolaborasi lintas komunitas, Awi Sari menjadi ruang belajar bagi generasi muda Selaawi.
“Kami ingin anak-anak muda mencintai budaya sendiri. Kalau tidak dijaga, siapa lagi yang akan melestarikannya?” ujar Rukmana, Ketua Yayasan Wulung Sari Wiragawi.
Tak hanya berkarya di panggung, Sanggar Awi Sari juga aktif di dunia digital. Mereka memanfaatkan media sosial untuk promosi dan edukasi seni. Video dokumentasi pertunjukan, proses pembuatan alat musik bambu, hingga cerita di balik latihan, kini bisa disaksikan publik luas melalui platform digital. Langkah ini membuka peluang kolaborasi lintas daerah dan memperluas jejaring industri kreatif.
Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi Yayasan Wulung Sari Wiragawi. Melalui Program Inovasi Seni Nusantara (PISN) yang digagas Kemendikbudristek, yayasan ini dipercaya menjadi mitra riset bersama Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Tim peneliti yang diketuai oleh Dr. Asep Ganjar Wiresna, M.Sn, bersama para akademisi dan mahasiswa, berkolaborasi dengan Pemerintah Desa Selaawi dan Desa Putra Jawa.
Program tersebut bertujuan untuk mengomodifikasi konten seni budaya daerah berbasis media sosial, sebagai langkah strategis memperkuat industri kreatif dan memperluas jangkauan seni pertunjukan Selaawi.
“Lewat program ini, kami ingin menunjukkan bahwa tradisi tidak ketinggalan zaman. Justru dengan pendekatan digital, budaya lokal bisa naik kelas dan memiliki daya saing,” ungkap Dr. Asep Ganjar Wiresna.
Dengan sinergi antara tradisi, inovasi, dan digitalisasi, Selaawi kini tidak hanya dikenal sebagai penghasil bambu, tetapi juga sebagai pusat lahirnya kreativitas dan kolaborasi seni pertunjukan berbasis budaya lokal.(*)


