![]() |
| Koordinator Komisi A Fatwa Munas XI MUI, M. Asrorun Niam Sholeh (kanan) saat sesi konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (4/11/2025) |
Koordinator Komisi A Fatwa Munas XI MUI, M. Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, penetapan tema dilakukan melalui penyaringan ketat. Proses seleksi mempertimbangkan konteks masalah, relevansi keagamaan, dan tingkat urgensi sosial.
“Dari 44 masalah yang masuk, disaring dengan tiga kriteria, konteksualitas masalah, relevansi dengan masalah keagamaannya, dan aspek strategisnya. Dari hasil diskusi di tim materi, disaring secara final menjadi 6 tema fatwa,” kata Niam saat sesi konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Ia menjelaskan, tema pertama yang akan dibahas adalah status manfaat polis asuransi jiwa syariah. MUI akan menegaskan apakah manfaat polis itu tergolong warisan (tirkah) atau memiliki ketentuan hukum tersendiri.
"Tema kedua, pedoman pengelolaan sampah untuk kemaslahatan umat. Pengelolaan sampah bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga tanggung jawab sosial yang berdampak luas," ucap Niam.
Selanjutnya, MUI akan membahas pajak berkeadilan sebagai tema ketiga. Isu ini dianggap penting karena menyangkut tata kelola perpajakan nasional, termasuk pajak bumi dan bangunan di daerah.
Tema keempat berkaitan dengan hukum uang elektronik yang hilang atau rusak. MUI akan meninjau status hukum dana masyarakat yang tersimpan di kartu digital saat terjadi kerusakan.
Tema kelima berkaitan dengan pengelolaan rekening dormant atau rekening tidak aktif. MUI akan menilai potensi moral hazard dan merumuskan tata kelola keuangan yang lebih transparan.
Sementara tema terakhir, menyangkut permasalahan waris kontemporer yang muncul akibat perkembangan ekonomi digital. Pembahasan ini akan memperjelas hak dan kedudukan hukum dalam transaksi keuangan modern.
Ketua Steering Committee Munas XI MUI, Masduki Baidlowi, mengatakan penetapan tema tersebut mencerminkan karakter MUI sebagai lembaga pemberi fatwa nasional. Ia menegaskan, MUI menjadi rujukan utama masyarakat dan pemerintah dalam menentukan pandangan keagamaan.
“Fatwa merupakan karakter utama MUI. Semua pertanyaan keagamaan pada akhirnya bermuara ke Majelis Ulama,” ujar Masduki.
Ia menambahkan, pembahasan dalam Munas XI difokuskan pada substansi dan kemaslahatan umat, bukan pada figur. MUI berharap hasil Munas dapat memperkuat peran lembaga keulamaan dalam menjawab persoalan keagamaan di era modern.(*)

