PELITAKARAWANG.COM.-Pemerintah memberi peluang bagi tenaga honorer untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) alias PNS, lewat status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.

Pihak Kementerian Keuangan yang mengatur anggaran negara, menegaskan, program tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap beban anggaran.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, pada dasarnya penerimaan PPPK tersebut tidak akan terlalu membebani anggaran negara.

Menurut Askolani, sebenarnya selama ini pemerintah daerah sudah mengalokasikan belanja pegawai honorer dari APBD.

"Beban (ke APBN) tidak maksimal karena sebagian sekarang sudah ditanggung pemda lewat APBD, jadi nanti PPPK ini take home-nya akan naik sedikit. Beban yang ditanggung itu hanya di selisihnya," jelas Askolani.

Wajar saja Askolani mengatakan hal tersebut karena menurut Asko, selama ini distribusi tenaga honorer banyak ada di daerah yang dengan kata lain berada di bawah kewenangan Pemda.

Meski demikian, dana tersebut tak akan sepenuhnya dibebankan ke APBD. Ada juga dukungan dari pemerintah pusat yang dialokasikan dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lewat anggaran Dana Alokasi Umum (DAU).

"Ada potensi tambahan juga dari DAU yang sebagian dialokasikan untuk belanja pegawai. Dan kenaikan alokasi DAU dalam APBN 2019 sebesar Rp 19 triliun bisa digunakan untuk kebutuhan tersebut," tandas Askolani.

Pemerintah memang telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.

Dalam aturan itu dijelaskan, setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK untuk Jabatan Fungsional (JF) dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 1 (satu) tahun sebelum batas usia tertentu pada jabatan yang akan dilamar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Tidak pernah dipidana penjara dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan penjara 2 (dua) tahun atau lebih.Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai PNS, PPPK, prajurit TNI, anggota Polri, atau diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pegawai swasta.Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik atau terlibat politik praktis.Memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan.Memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian tertentu yang masih berlaku dari lembaga profesi yang berwenang untuk jabatan yang mempersyaratkan.Sehat jasmani dan rohani sesuai dengan persyaratan jabatan yang dilamar, danPersyaratan lain sesuai kebutuhan jabatan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Sebelumnya dikabarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil menjadi aparatur sipil negara (ASN) dengan status PPPK. 

Disebutkan dalam PP ini, jabatan ASN yang dapat diisi oleh PPPK meliput Jabatan Fungsional (JF) dan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).

"Selain jabatan sebagaimana dimaksud, Menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendayagunaan aparatur negara) dapat menetapkan jabatan lain, yang bukan jabatan struktural, yang dapat diisi oleh PPPK," bunyi Pasal 2 ayat (2) PP ini seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Rabu (5/12/2018).

Untuk itu, setiap instansi pemerintah, menurut PP ini, wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja, untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.

Selanjutnya, kebutuhan dan jenis jabatan PPPK sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Selain penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud, dalam PP ini disebutkan, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dapat mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri kebutuhan JPT utama tertentu atau JPT madya tertentu yang dapat diisi oleh PPPK.

"Usulan sebagaimana dimaksud disertai dengan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan," bunyi Pasal 5 ayat (2) PP ini.

Menurut PP ini, setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.

Sementara pengadaan calon PPPK, menurut PP ini, dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.

Pengadaan PPPK, lanjut PP ini, dilakukan secara nasional berdasarkan perencanaan kebutuhan jumlah PPPK, yang dilaksanakan melalui Panitia Seleksi Nasional Pengadaan PPPK.

Menurut PP ini, pengadaan PPPK untuk mengisi JPT utama dan JPT madya tertentu yang lowong dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengisian JPT dalam peraturan perundang-undangan, dan berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Sementara pengadaan PPPK untuk mengisi JF dapat dilakukan secara nasional atau tingkat instansi, yang dilakukan oleh panitia seleksi dengan melibatkan unsur dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengadaan PPPK dan pembentukan panitia seleksi nasional pengadaan PPPK diatur dalam Peraturan Menteri," bunyi Pasal 13 PP ini.1

Ditegaskan dalam PP ini, pengumuman lowongan pengadaan PPPK dilakukan secara terbuka kepada masyarakat, paling singkat 15 (lima belas) hari kalender.