Kontestasi politik semakin dinamis menuju Pemilihan Umum 2024. Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) disebut menjadi penentu pesta demokrasi di 2024.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menyebut tak ada pilkada pada 2021, 2022, dan 2023 jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Bilik suara

"Artinya tidak ada pilkada gubernur di daerah strategis seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," kata Qodari melalui keterangan tertulis, Jumat, 18 Desember 2020.

Menurut dia, pilkada serentak baru dilaksanakan pada November 2024, jika UU Pilkada tak direvisi. Menurut dia, ada potensi revisi UU Pilkada pada 2021.

Isu yang dibahas, kata dia, yakni pilkada pada 2022 dan 2023. Qodari meramal partai menengah dan kecil akan mengajukan revisi itu.

"Tapi menurut saya partai-partai besar seperti PDIP, kemudian Gerindra, dan Golkar ada kemungkinan menolak,” ujar dia.

Menurut Qodari, penolakan partai besar bukan tanpa sebab. Pasalnya, mereka telah memiliki desain politik pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Ada beberapa kemungkinan termasuk kemungkinan-kemungkinan yang ekstrem atau luar biasa," kata dia.

Menurut dia, ada dua kemungkinan. Pertama, Joko widodo maju lagi sebagai presiden, ditemani Prabowo Subianto sebagai wakil.

"Tentu saja hal ini memerlukan amendemen UU Dasar 1945," kata dia.

Kedua, Qodari menyebut Prabowo maju sebagai calon Presiden dengan wakilnya berasal dari PDI Perjuangan. Dia mengatakan segala kemungkinan bisa terjadi, utamanya untuk menjaga stabilitas politik.**