Breaking News
---

Tindak Lanjuti Instruksi Jokowi, Kapolri Bentuk Tim Khusus Usut Dugaan Permainan Karantina PPLN

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim membentuk tim khusus mengusut adanya dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam kekarantinaan. Tim dibentuk sesuai instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Bareskrim Polri membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan permainan karantina Covid-19. (Foto: Antara)

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menegaskan kepolisian tidak segan-segan menindak pelaku pelanggaran dan penyimpangan kekarantinaan bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN). Menurutnya tim tersebut saat ini sudah bergerak.

"Tim sedang bekerja, sudah melakukan komunikasi, koordinasi, dan verifikasi dengan berbagai pihak mulai keimigrasian, kekarantinaan kesehatan kemudian Satgas Covid-19, pengelola bandara hingga petugas di bandara. Sampai dengan ke hulunya adalah pihak PHRI yang mengelola jasa hotel tempat WNA maupun WNI yang karantina," kata Dedi kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/2/2022).

Hingga kini, kata Dedi penyidik masih melakukan penyelidikan apakah ada tindak pidana dalam proses kekarantinaan. Jika memang ada dan ditemukan alat bukti, maka penyidik tak segan menetapkan tersangka.

"Siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran kekarantinaan dari hulu hingga hilir akan dilakukan tindakan tegas," ujar Dedi.

Dedi menjelaskan, beberapa kasus pelanggaran kekarantinaan terjadi karena adanya blank area dari seseorang baik warga negara asing (WNA) maupun warga negara Indonesia (WNI) saat keluar pesawat hingga menuju Imigrasi.

"Di situ blank area yang memungkinkan terjadinya pelanggaran dan penyimpangan kekarantinaan. Terjadi transaksional sehingga WNA dan WNI yang harusnya karantina di tempat yang sudah disiapkan tapi tidak dilakukan," ucap Dedi.

Untuk meminimalisasi hal tersebut, Dedi menuturkan Polri sudah meluncurkan Aplikasi Monitoring Karantina Presisi. Namun, dia juga menyebut perlu kerja sama dari stakeholders lainnya seperti Satgas Covid-19 dan TNI melakukan pengawasan secara konvensional, seperti dikutip dari INews.

Terkait dengan Aplikasi Monitoring Karantina Presisi, Dedi mengatakan aplikasi ini secara digital mengawasi WNA dan WNI yang masuk ke Indonesia dari mulai tiba hingga ke lokasi karantina.

Beberapa lokasi pintu masuk ke Indonesia baik bandara, pelabuhan, dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) sudah menerapkan aplikasi ini. Hasilnya, lanjut Dedi cukup efektif mengawasi WNA dan WNI yang melakukan karantina.

"Saat ini baik dan efektif aplikasi ini. Namun demikian perlu dicover pengawasan manual. Ada kebijakan dari BNPB setiap periode tertentu petugas menjaga di lokasi karantina harus diganti untuk meminimalisasi pelanggaran kekarantinaan terjadi," tutur Dedi.

Dia pun menjelaskan beberapa keunggulan dari aplikasi Monitoring Karantina Presisi ini, di mana setiap orang yang melakukan karantina akan tercatat dalam sistem berapa lama melakukan karantina dan kapan sudah keluar karantina. Bahkan, aplikasi ini bisa mendeteksi orang yang melakukan karantina jika kabur dari lokasi karantina.

"Kalau keluar 200 meter dari lokasi karantina ada peringatan ke command center. Kemudian petugas bisa mencari dan menjemput orang tersebut agar menyelesaikan masa karantinanya," ujarnya.

Namun, dia mengakui beberapa kendala dari aplikasi ini yakni ketergantungan dengan internet. Sebab aplikasi ini bisa berjalan jika jaringan internet stabil.

Kemudian, dia juga memaparkan kemungkinan adanya upaya pelanggaran seseorang yang melakukan karantina meninggalkan handphonenya untuk kabur dari karantina sehingga tak bisa terlacak.

"Untuk itu harus ada sinergi secara teknologi dan konvensional dalam pengawasan," katanya.

Dalam kesempatan ini, Dedi pun berharap agar pelanggaran karantina bisa ditekan di tengah kasus Covid-19 yang kembali meningkat. Dia pun memperingatkan masyarakat ada konsekuensi hukum jika melanggar kekarantinaan.

"Ada berbagai macam regulasi dilanggar yaitu Pasal 14 UU Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan Pasal 93 UU Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan itu hukuman penjara satu tahun dan denda Rp100 juta. Kalau ada penyuapan lebih tinggi lagi bisa dikenakan pasal korupsi," katanya.(***)

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan