Pemerintah RI Kecam Aksi Pembakaran Kitab Suci di Swedia
Pemerintah Indonesia mengecam aksi pembakaran kitab suci yang dilakukan oleh politik Swedia Rasmus Paludan di Kota Linköping, Swedia pada Kamis (14/4/2022).
Keterangan Foto diambil dariCo: Pengunjuk rasa membakar mobil polisi dalam rencana politik anti-Muslim Denmark Ramus Paludan dan partai Stram Kurs-nya, di taman Sveaparken di Orebro, Swedia, 15 April 2022. Kicki Nilsson/ TT News Agency/ melalui REUTERS
"Indonesia mengecam pembakaran kitab suci Al Quran di Swedia oleh Rasmus Paludan, seorang politisi Denmark, di kota Linkoping dan Norrkoping," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Teuku Faizasyah, dalam keterangan resminya, Sabtu (16/4/2022). ).
Rasmus Paludan adalah pemimpin partai sayap kanan ekstrem Stram Kurs di Denmark. Sebagai politik, perjalanan karir Paludan penuh kontroversi dan keraplut konflik antar-golongan berkepanjangan. Ia juga sering aksi nir-empati terhadap umat Islam di Denmark dan Swedia.
Karena itu aktif berpolitik, Paludan prinsip anti-migrasi – terutama terhadap migran yang berasal dari negara yang penduduknya banyak beragama Islam. Untuk melaksanakan ideologi politiknya itu, Paludan mendirikan partai di sayap kanan Stram Kurs di Denmark pada 2017.
Sejak itu, Paludan aktif dalam mengkampanyekan sikap anti Islam bernadakan rasisme dan pernah membakar Alquran pada 2020 silam. Ia beragumentasi bahwa aksinya tersebut sebagai bentuk "membela rakyat sebangsanya" di Swedia.
Kamis kemarin ia kembali menjadi sorotan publik dunia setelah melakukan aksi bakar Al-Quran di kota Linköping, Swedia. Aksi yang dilakukan di wilayah yang memiliki banyak penduduk beragama Islam itu pun dilaksanakan pada pelaksanaan massa.
Menurut laporan dari media Tempo.Co, selain di Linkoping, juga terjadi unjuk rasa di Kota Orebro, Swedia Tengah, sebagai aksi protes atas pembakaran kitab suci Al-Quran oleh kelompok ekstremis sayap kanan.
Polisi mengatakan bahwa empat mobil polisi terbakar massa dan sedikitnya empat petugas polisi dan satu orang terluka ketika ledakan rasa melemparkan batu dan kelompok besar menyerang barisan polisi dan merobohkan pagar anti huru hara.
Menurut Teuku Faizasyah, Paludan berdalih bahwa aksinya itu sebagai hak kebebasan berekspresi. "Menggunakan argumentasi kebebasan berekspresi untuk melecehkan agama dan kepercayaan satu kelompok adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan tidak terpuji," ujar Teuku Faizasyah lagi.
Pemerintah RI telah meminta KBRI Stockholm agar seluruh WNI dan diaspora Indonesia yang berada di Swedia untuk tidak mencegah dan mencegah perbuatan yang dapat melanggar hukum dan peraturan di negara Skandinavia tersebut.(*)
