Ironis memang jika tersiar kabar kurang sedap itu datang dari para tenaga medis hingga pegawai rumah sakit yang seharusnya bersuka cita pasca dilanda Pandemi Covid-19 merayakan kemenangan pada perayaan Hari Raya Lebaran Idul Fitri 2023 ini, namun hal tersebut rupanya berbanding terbalik dengan nasib malang yang dialami oleh tenaga medis hingga para pegawai di Rumah Sakit Khusus Paru (RSKP) Jatisari. Pasalnya, rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang ini diduga telah abai atas sejumlah hak para tenaga medis hingga pegawainya.(2/5/23).

Foto ilustrasi : Gedung RS Paru Karawang

Ironisnya, pemberian hak seperti Tunjangan Hari Raya atau THR ini kabarnya dibayarkan manajemen RSKP Jatisari pada H-4 lebaran, dan nahasnya lagi hak pemberian THR yang diterima para karyawan pun bahkan tidak menyentuh setengah dari upah satu bulan mereka. Padahal pemerintah sudah mewanti-wanti agar THR harus sudah dibayarkan paling telat H-7 Idul Fitri.

"Sebenarnya (baik tenaga medis maupun para pegawainya) atau karyawan di RSKP Jatisari ini baik-baik banget, ini remunisasi kita gak ada aja, kita masih bisa legowo banget. Eh ini giliran uang THR malah kebangetan banget, minimal setengah dari gaji pokok kek," ungkap salah seorang pegawai RSKP Jatisari yang identitasnya minta untuk dirahasiakan, Senin (1/5).

Usut punya usut, dari mulai hak remunerasi yang dalam beberapa bulan terakhir ini tak kunjung dibayarkan hingga permasalahan ATK sebagai alat penunjang kerjanya pun sangat mengkhawatirkan, bahkan ironisnya pemberian THR lebaran Idul Fitri 2023 juga disinyalir tak sesuai dengan aturan yang berlaku. Akibatnya para karyawan mengaku sakit hati atas kebijakan manajemen Direksi RSKP Jatisari karena telah memberikan sejumlah uang yang diterima oleh mereka sebagai THR.

"Bupati Karawang, teteh Cellica sini teh, tolong bantu kami teh. Aku yakin teh Celli yang merupakan seseorang lulusan akademisi di dunia kesehatan, teteh pasti mengerti akan kondisi dan keadaan kami sekarang, terlebih dengan pembayaran hak-hak kami yang terkatung-katung ini pasti teteh Cellica sebagai Bupati Karawang berkenan untuk mendengarkan keluh kesah kami serta menyelesaikan permasalahan yang sedang terjai disalah satu RS milik pemerintahannya beliau," ungkapnya.

Informasi lain juga menyebutkan jumlah THR yang diduga dibayarkan oleh manajemen dan direksi RSKP Jatisari kepada para karyawannya itu hanya mencapai besaran Rp 1 juta rupiah per satu orang karyawan non tenaga medis, sedangkan jumlah uang THR yang dibayarkan kepada dokter spesialis di RS tersebut hanya berkisar Rp 2 juta.

"Pembagian ini berdasarkan skenario keuangan yang telah dihitung oleh manajemen dan direksi RSKP Jatisari, dengan ketentuan syaratnya yaitu si penerima THR harus sudah bekerja di RSKP ini minimal 1 tahun. Bahkan pegawai yang berstatus ASN, malah tidak mendapat THR sepeserpun yang seharusnya dibayarkan oleh pihak manajemen dan direksi RSKP Jatisari," ujarnya lagi.

Lebih nahasnya lagi, pengelolaan keuangan yang buruk dari manajemen dan direksi RSKP Jatisari ini pun menambah sejumlah rentetan akan kemalangan dari RS milik Pemkab Karawang itu. Pasalnya, untuk penunjang kebutuhan pekerjaan dan layanan rumah sakit lainnya seperti Alat Tulis Kantor (ATK) pun, terkadang para pegawai di RS tersebut yang harus membeli ATK-nya sendiri dengan menggunakan uang saku pribadi mereka masing-masing.

"Bilangnya nanti di rembes (diganti), tapi gak tahu kapan mau digantinya. Kita bekerja dengan tenaga dan hati, tapi seperti tidak dihargai. Seharusnya malu dengan akreditasi yang sudah paripurna, tapi sekarang kelihatan banget bobroknya. Belum lagi soal ATK, sudah seperti nunggu dana BOS yang turun di sekolah. Padahal kita sudah tidak bisa stok kertas kosong lagi, karena setiap harinya stok kertas dan amplop selalu digunakan untuk kepentingan petugas medis dan pasien," masih kata dia.

Secara terpisah, seorang narasumber lainnya yang merupakan salah satu tenaga medis dan meminta identitasnya disamarkan (sebut saja Bunga), ia bercerita bahwa para pegawai yang mendapat penambahan jumlah jam kerja atau lembur. Yang di mana, penambahan jumlah jam kerja itu tanpa ada perhitungan yang jelas mengenai pembayaran upah lembur kepada para pegawainya.

"Manajemen RS bilangnya selalu gak ada uang, padahal aku itu tahu kalau setiap harinya selalu ada pasien yang banyak melakukan MCU, pasti ada banyak yang MCU sampai sekitar 300 hingga 500an orang lebih lah. Belum lagi setelah Covid-19, RSKP juga kan selalu menerima pasien umum," kata Bunga yang merupakan seorang tenaga medis di RSKP Jatisari.

Soal remunisasi, ia mengatakan dirinya tidak mendapatkan pada bulan Januari. Pada bulan berikutnya baru mendapatkan remunerasi. Serta remunisasi bulan April ini bakal direkap pada Juni mendatang. "Kewajiban, soalnya remunerasi dari pendapatan. Harusnya pendapatan ada, langsung diberikan. Gak dapat remunerasi tuh pas bulan Januari gitu. Dapatnya di bulan Februari. Bulan Maret engga (dapat, red) bulan April dapat. Jadi sekarang mah katanya tuh jadi dua bulan sekali," ujarnya.

Bunga yang bingung menerima penjelasan dari pihak manajemen bahwasannya jika rumah sakit sedang tidak ada uang, mengaku tak habis pikir dengan sistem managerial keuangan di RSKP Jatisari yang kerap mengaku sedang tak memiliki uang untuk membayar penuh hak-hak yang sepatutnya diterima oleh para karyawannya itu. "Bulan Mei ini juga enggak dapet katanya mah, dan dapet di bulan depannya lagi (bulan Juni, red). Jadi enggak berurutan dan makin enggak jelas aja managerial keuangannya, belum pemberian THR lebaran kemarin aja malah enggak sampai 50 persennya coba," sambungnya.

Meski demikian, dengan naiknya permasalahan keuangan yang terjadi di RSKP Jatisari yang semula selalu ditutup-tutupi itu, ia berharap hal ini bisa menjadi perhatian bagi para pejabat pemerintahan, utamanya pejabat kepala daerah sebagai pemangku kebijakan utama di RSKP Jatisari agar secepatnya ada tindakan evaluasi perbaikan layanan dan kenyamanan bagi para pekerjanya.

"Ya terlebih lagi karena pemerintah daerah berniat mengubah RSKP Jatisari ini menjadi rumah sakit umum daerah, aku sih pengennya Pemda tuh kasih peringatan yang mempuni buat kepengelolaan manajemen dan direksi rumah sakitnya supaya ada perbaikan gitu. Auditnya dibenerin lagi, apalagi yang aku tahu di manajemen rumah sakit banyak yang ngisi jabatan tapi tidak sesuai dengan profesinya," bebernya.

Narasumber lain pun secara tiba-tiba (salah seorang karyawan RSKP Jatisari,red) mengirimkan sebuah file pdf yang isi berupa selembaran surat perihal pemberitahuan yang bersifat penting dengan nomor: 445/032/SKI/5/IV/2023 ini ditujukan kepada seluruh pegawai RSKP Jatisari. Terlebih surat tersebut juga dikeluarkan di Karawang oleh Kepala Sub Bagian Keuangan RSKP Jatisari, Wike Widuri juga diketahui oleh Direktur RSKP Jatisari, dr. Hj. Anisah per tanggal 01 Mei 2023.
Foto : Surat yang viral di grup WA tenaga medis di Karawang

"Dengan Hormat, Sebelumnya kami ucapkan terimakasih atas segala kesabaran dan kerjasama yang sudah terjalin dengan baik selama ini. Sehubungan dengan keterlambatan pembayaran piutang / klaim pelayanan BPJS serta Jaminan Asuransi lainnya, dikarenakan hari libur Nasional dan Cuti Bersama pada bulan April 2023, maka berdasarkan hal tersebut di sampaikan kepada seluruh Pegawai Rumah Sakit Khusus Paru Kab. Karawang bahwa proses pembayaran Honorarium/Gaji bulan April 2023 mengalami keterlambatan dan akan dibayarkan setelah Tanggal 07 Mei 2023. Begitu Pula dengan pegawai PPPK Kab. Karawang akan diberikan Hak nya setelah adanya SK Penetapan dari Bupati. Demikian disampaikan untuk diketahui dan dimaklumi bersama, atas perhatian serta kelkhlasannya kami haturkan Jazakumullah Khairan Katsiran," tulis isi surat tersebut.

Saat dikonfirmasi kaitan dengan dugaan sejumlah masalah keuangan yang berdampak terhadap hak para pegawainya itu, hingga saat ini Direktur RSKP Jatisari, dr. Hj. Anisah mengaku enggan berkomentar apapun terlebih dahulu. "Mohon maaf Kang, untuk saat ini aku tidak mau berkomentar apapun dulu ya. Hatur nuhun, salam," timpal Anisah dengan singkat saat dihubungi melalui sambungan telepon selularnya.(gj//red).