Dalam beberapa waktu terakhir, ada banyak kasus pejabat publik yang dicopot dari jabatannya akibat pamer kekayaan. Sebenarnya, fenomena pamer harta sudah ada sejak dulu. Hanya saja, kehadiran sosial media membuat perilaku seperti itu lebih mudah terekspos.

Foto ilustrasi saja

Bukan apa-apa, meski harta yang dipamerkan adalah hasil kerja keras sendiri, perilaku pamer itu bisa melukai hati rakyat. Apalagi jika ternyata harta yang dipamerkan tak sesuai profil gaji dari pejabat yang bersangkutan.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas melarang keras para aparatur sipil negara (ASN) termasuk para pegawai negeri sipil (PNS) untuk memamerkan harta dan gaya hidup mewah di media sosial. Hal ini merupakan bentuk peringatan setelah kasus pegawai pajak, Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo.

"Jadi pesannya tingkatkan pelayanan, jangan dipamerkan kalau punya berbagai hal, termasuk tadi beliau (Presiden Jokowi) sampaikan di IG (instagram) ini mencederai suasana batin rakyat yang memang sekarang suasanya membutuhkan kebersamaan," kata Anas di Istana Negara, Jakarta pada Maret lalu.

Peringatan yang sama juga disampaikan Kementerian Keuangan. Kemenkeu mengecam gaya hidup mewah dan sikap pamer harta yang dilakukan oleh keluarga jajaran Kemenkeu yang menimbulkan erosi kepercayaan terhadap integritas pejabat pemerintah.

Kemenkeu sendiri mempunyai mekanisme dalam upaya pencegahan dan deteksi terhadap pelanggaran integritas, salah satunya melalui analisis dan pemeriksaan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Aplikasi Laporan Perpajakan dan Harta Kekayaan (ALPHA) sebagai bentuk pertanggungjawaban atas harta kekayaan pribadi sebagai penyelenggara negara.(*)

Berikut adalah aturan yang melarang PNS bergaya hidup mewah

Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Gerakan Hidup Sederhana


Menindaklanjuti perintah Presiden pada Sidang Kabinet kedua pada hari Senin, tanggal 3 November Tahun 2014, bahwa dalam rangka mendorong kesederhanaan hidup bagi seluruh penyelenggara negara guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), agar dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membatasi jumlah undangan resepsi penyelenggaraan acara seperti pernikahan, tasyakuran dan acara sejenis lainnya maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah peserta yang hadir tidak lebih dari 1.000 orang.

2. Tidak memperlihatkan kemewahan dan/atau sikap hidup yang berlebihan serta memperhatikan prinsip-prinsip kepatuhan dan kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat.

3. Tidak memberikan karangan bunga kepada atasan atau sesama pejabat pemerintahan.

4. Membatasi publikasi advertorial yang menggunakan biaya tinggi.

5. Meneruskan Surat Edaran ini kepada seluruh jajaran instansi di bawahnya sampai dengan unit organisasi terkecil untuk melaksanakan dan mematuhi ketentuan dalam Surat Edaran ini secara konsisten dan sungguh-sungguh.

Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 November 2014

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,

ttd

Yuddy Chrisnandi