Siswa kelas 2 SMP IT Muhammadiyah Bireuen, dan M. Al-Walid dari SMAN 1 Kuta Makmur, Aceh Utara, Khaidar Munarzi berhasil meraih juara 1 Olimpiade PAI 2025 untuk kategori pidato jenjang SMP dan SMA. Pengumuman juara disampaikan dalam penutupan PAI Fair 2025 di Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025, yang ditutup oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Kamaruddin Amin. Kompetisi yang berlangsung sejak 30 November di Mercure Convention Center Ancol ini sebelumnya dibuka oleh Wakil Menteri Agama, Romo Muhammad Syafi’i.
Khaidar mengalami langsung dampak parah banjir sebelum berangkat ke Jakarta. Rumah kayu dua lantai milik keluarganya di Krueng Mane, Muara Batu, Aceh Utara, miring dihantam arus deras dan terendam hingga lantai dua. Ia dan keluarganya terpaksa mengungsi saat air meninggi.
“Biasanya kalau hujan sangat lebat pun hanya sedikit air tergenang. Tapi kali ini berbeda. Air sudah sampai di lantai 2 rumah kami,” ujar Khaidar dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Desember 2025.
Kondisi semakin sulit ketika jembatan Kuta Blang dan sejumlah jembatan lain sepanjang aliran Krueng Peusangan putus, memutus jalur menuju Banda Aceh. Namun Khaidar menolak menyerah. Pada 30 November, ia dan ibunya menyeberangi Krueng Tingkeum dengan perahu warga demi bisa melanjutkan perjalanan.
“Walau takut karena air sungai deras, saya dan ibu tetap menyeberang. Bayar 5 ribu per orang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Banda Aceh,”ungkapnya.
Setelah tiba di Banda Aceh, Khaidar terbang ke Jakarta dengan Batik Air penerbangan pertamanya. Sesampainya di Hotel Mercure Ancol, ia hanya memiliki waktu dua jam sebelum tampil di panggung lomba.
“Saya senang ada di Jakarta, saya sangat bahagia akhirnya bisa mengikuti ajang nasional untuk mewakili Aceh,”ucapnya.
Perjuangan serupa dialami Al-Walid. Ia juga harus menembus wilayah banjir dan kehilangan jadwal penerbangan karena akses darat terputus. Meski demikian, keduanya tetap berhasil tiba di Jakarta dan bergabung dengan peserta lain.
Kepala Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh, Aida Rina, menjelaskan bahwa bencana menyebabkan banyak peserta terkendala. Dari 15 finalis Aceh, hanya 11 siswa yang berhasil tiba di Jakarta. Dua peserta mengikuti lomba secara daring, satu tertahan dalam perjalanan menuju Medan, dan satu lainnya masih hilang kontak.
“Kondisi peserta sangat memprihatinkan karena banjir meluas di banyak daerah,”kata Aida.
Salah satu peserta daring tersebut adalah Ayrakanz dari Langsa. Rumahnya terendam dan akses ke Banda Aceh maupun Medan terputus. Ia tetap mengikuti lomba melalui Zoom sambil menahan tangis, dibantu panitia yang menunjukkan empati penuh. Peserta lainnya, Safwina Tinambunan dari Aceh Singkil, sempat menempuh perjalanan lima jam ke Banda Aceh, namun harus kembali karena jalur di Aceh Selatan tak bisa dilalui dan akhirnya ikut lomba secara daring.
Ada pula Niswatul Husna dari Aceh Timur yang sempat hilang kontak dua hari sebelum memberi kabar bahwa ia telah sampai di Medan, namun tidak dapat melanjutkan penerbangan ke Jakarta. Sementara Baihaqi, peserta PAI asal Bireuen, hingga kini belum dapat dihubungi setelah rumahnya dilaporkan terdampak parah. Meski keluarganya tak dapat dihubungi karena jaringan terputus, finalis lain, Intan Mataul Hayati, tetap berangkat ke Jakarta karena saat itu sedang menempuh kuliah UT di Banda Aceh.
Aida menegaskan bahwa PAI Fair 2025 bukan sekadar ajang kompetisi, tetapi juga panggung ketabahan para pelajar Aceh.
“Ketika kampung halaman mereka masih bergumul dengan air bah, Khaidar dan kawan-kawan berdiri gagah di panggung nasional. Mereka ingin menunjukkan bahwa Aceh kuat, Aceh mampu, dan Aceh tak pernah menyerah,”tuturnya.(*)

