Breaking News
---

Corona Menggila, Kasus Harian RI Meledak dan di Jawa Barat Kembali Memecahkan Rekor Tertinggi

Kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia bertambah sebanyak 12.818 orang, Jumat (15/1/2021). Dengan demikian jumlah akumulatif konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sejak Maret 2020 menjadi 882.418 orang.

Dari jumlah akumulatif itu sebanyak 718.696 orang sembuh (bertambah 7.491) dan 25.484 orang lainnya meninggal dunia (bertambah 238).

Tambahan harian untuk kasus positif ini merupakan rekor baru. Rekor sebelumnya terjadi pada 14 Januari sebanyak 11.557 orang.

Dari data yang diterima SatgasCovid-19, jumlah spesimen yang diperiksa dalam 24 jam terakhir adalah 72.957 spesimen. Sementara jumlah suspek yang tercatat hari ini adalah 66.573 orang.

Sehari sebelumnya, jumlah akumulatif Covid-19 di Indonesia adalah 869.600 kasus dengan penambahan 11.557. Dari jumlah tersebut yang sembuh 711.205 orang dan 25.246 meninggal.

Pemerintah sendiri telah berupaya menekan penyebaran virus corona dengan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai 11 Januari sampai 25 Januari 2021 di sejumlah wilayah di Jawa-Bali.

Sejumlah pembatasan dilakukan mulai dari jam operasional tempat umum hingga Work From Home 75 persen.

Selain itu, proses vaksinasi Covid-19 juga telah dimulai dengan yang disuntik pertama adalah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 13 Januari 2021.

Jokowi disuntik dengan vaksin asal China, Sinovac yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pemeriksa Obat-obatan dan Makanan (BPOM) RI. BPOM menyebut bahwa vaksin Sinovac memiliki efikasi sebesar 65,3 persen.

Vaksinasi dilanjutkan kepada tenaga kesehatan di sejumlah daerah mulai 14 Januari 2021.

Kemenkes diketahui telah menetapkan empat timeline vaksinasi covid-19 kepada 181,5 juta penduduk di tanah air yang ditargetkan rampung dalam 15 bulan atau pada Maret 2022.

Usai tenaga kesehatan, ada dua sub-kategori yang ditetapkan pemerintah untuk melaksanakan program vaksinasi. 17,4 juta untuk petugas publik, dan 21,5 juta untuk lansia.

Target selanjutnya adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi dengan jumlah 63,9 juta.

Kemudian target keempat adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan klaster sesuai dengan ketersediaan vaksin, dengan target 77,4 juta orang.

Sementara penambahan kasus Covid-19 di Jawa Barat kembali memecahkan rekor.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI pada Jumat (15/1/2021), terdapat penambahan 3.095 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Jawa Barat, sehingga totalnya di Jabar terdapat 107.636 kasus pasien positif Covid-19.

Dari angka itu, sebanyak 87.316 orang telah sembuh dan 1.294 orang meninggal dunia.

Penambahan kasus harian Covid-19 memang kian meroket setiap harinya sejak awal 2021. Pada 10 Januari 2021 tercatat penambahan 1.441 kasus positif Covid-19, kemudian secara berurutan penambahan kasus harian berikutnya bertambah 1.475 kasus, 1,540 kasus, 1.755 kasus dan bertambah 2.201 kasus pada 14 Januari 2021.

Sudah hampir setahun Covid-19 menyebar di Indonesia, namun data kasus Covid-19 di Indonesia dan Jawa Barat masih menjadi permasalahan.

Di tengah peningkatan kasus harian Covid-19 yang semakin tajam, masih ada data sekitar 10 ribu kasus Covid-19 di Jawa Barat yang belum terlaporkan oleh Kementerian Kesehatan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan sejak beberapa waktu lalu, sebagian angka penambahan kasus harian Covid-19 di Jawa Barat merupakan kasus-kasus lama yang telat dilaporkan sebelumnya. Dirinya pun sudah melaporkan hal tersebut kepada pemerintah pusat.

Beberapa waktu lalu, kata Kang Emil, dari penambahan kasus setiap harinya, sebagiannya angkanya merupakan penambahan kasus yang lama.

Terbaru, terdapat sekitar 10 ribu kasus positif Covid-19 yang belum dimasukkan dalam data penambahan kasus Covid-19 di Jawa Barat.

"Saya buka apa adanya, itu ada 10 ribuan kasus yang sudah terlaporkan oleh laboratorium, tapi belum terumumkan. Saya enggak ngerti juga yang 10 ribu itu apa nanti dicicil ratusan kasus atau langsung ditambahkan 10 ribu sekaligus dan bikin heboh, saya enggak paham," katanya di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Kamis (14/1).

Yang jelas, katanya, kenaikan kasus positif Covid-19 harian di Jawa Barat yang terus meningkat setiap harinya ini masih dipengaruhi oleh data-data lama yang terlambat dilaporkan.

Sedangkan setiap harinya, yang memiliki kewenangan melaporkan data kasus harian Covid-19 adalah pemerintah pusat, yakni Kementerian Kesehatan.

"Yang jelas, kenaikan itu dipengaruhi antrean data dari yang lalu-lalu, yang tidak real time, dan saya akui itu masih ada. Saya sampaikan keluhan itu kepada pemerintah pusat," katanya.

Kang Emil ini mengatakan adanya angka kasus lama yang ditambahkan pada kasus harian ini selalu mengganggu pemetaan dan pendataan penyebaran Covid-19 di Jawa Barat, dalam hal ini mengganggu keakuratan angka reproduksi efektif (Rt) Covid-19 di suatu daerah.

Selama ini diketahui, untuk penentuan zona merah, oranye, kuning, atau hijau, didasarkan pada Rt yang salah satu indikatornya adalah penambahan kasus Covid-19 seminggu terakhir.

Angka Rt tersebut, katanya, memiliki sejumlah indikator penentu, di antaranya penambahan kasus seminggu terakhir. Jika salah satu indikator ini terpengaruhi data lama, maka akan mengganggu keakuratan penentuan zonasi risiko.

Permasalahan koordinasi data dari tingkat provinsi dan pusat ini, bahkan dari tingkat kabupaten dan kota, katanya, masih saja terjadi. Karenanya untuk pendataan vaksinasi Covid-19, dirinya meminta Kementerian Kesehatan untuk melimpahkannya kepada Provinsi Jawa Barat.

Ridwan Kamil

“Saya sudah telpon pak Menkes, menyampaikan (usulan distribusi vaksin diserahkan pada pemerintah provinsi) dan beliau secara prinsip menyetujui selama ada koordinasi,” katanya.

Kang Emil meminta data informasi penerima vaksin Covid-19 dari pemerintah pusat diberikan secara detail kepada pemerintah daerah. Tujuannya, jika ada orang yang terdaftar namun tidak datang saat vaksinasi, maka akan memudahkan pencarian dan pelacakannya.

Kang Emil ini menjelaskan jika manajemen di tingkat daerah bisa berjalan baik, maka akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan secara nasional.

“Jangan nanti viral-viral sesuatu karena miskordinasi data. Kemenkes menyampaikan untuk tahap satu (distribusi vaksin dan vaksinasi) ini ingin memastikan dulu berlangsung lancar atau kurangnya seperti apa. Itu sebabnya di tahap satu penerima vaksin ditentukan oleh pemerintah pusat,” katanya.

Untuk distribusi vaksin tahap II, Kemenkes sudah menyetujui keinginan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, ia akan menentukan proporsi distribusi vaksin di daerah sesuai tingkat kedaruratan.

“Karena kami lebih mengetahui lapangan sehingga proses vaksnasi berjalan proposional. Dua alasan itu disetujui dan dipahami. Alasan pak menteri tidak semua daerah punya kesiapan seperti di Jabar. Kebijakan itu berdasarkan permohonan. Jabar meminta itu karena kami siap,” katanya.***

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan