Breaking News
---

Astagfirullah, Karawang Kena Gempa dan Dunianya Sudah Terbalik

Akibat kemarau panjang banyak lahan pertanian di kabupaten Karawang garung (tidak ditanami,red), dan para buruh taninya beralih profisi diantaranya menjadi kuli bangunan dan tukang bongkar muat di Pasar besar Johar, bahkan samapi pergi ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Foto Sebatas ilustrasi pencaker di Karawang

Salah seorang warga Kecamatan Pangkalan, Hasan mengatakan, dirinya bersama tetangga lainnya saat ini menjadi kuli bangunan karena lahan pertanian didesanya dimusim kemarau kering keronta tidak bisa di garap.“Setiap musim kemarau masyarakat di wilayah desa saya selain menjadi kuli bangunan di daerah Karawang juga sebagian ada yang merantau ke Tanjung Priok, Bogor dan Tangerang,” ungkapnya, Senin (25/9/2023).

Ia menambahkan, ketika nanti musim hujan kembali pulang kampung untuk menggarap lahan pertanian itu pun bila ada yang menyuruhnya, ucap Hasan ,dengan nada melas.

“Jadi diwilayah saya itu selain lahan pertanian tidak bisa di garap, juga mengalami krisis air bersih mandi kadang dalam sehari satu kali itu pun jauh jaraknya” ucapnya.

Ya, itulah Kabupaten Karawang kondisi kekinian seperti itu. Banyak penduduk setempat sulit mencari kerja sedangkan ribuaan urbanisasi masuk dan bisa bekerja di PT -PT yang ada, ucap Samsu Rizal, di Tempuran.

Bila ibaratkan kata masyarakat umum yang saya dengar, sambungnya, Kabupaten Karawang terkena gempa dan dunia sudah terbalik (ruag dan tibalik hampela,red). Faktanya memang ada benarnya juga, pada saat ratusan ribu warga luar kabupaten datang untuk bekerja di Karawang tapi sebaliknya penduduk setempat banyak sekali yang senasib dengan Hasan. Itu semua demi mempertahankan hidupnya.

Masih Kata Samsu, tak salah siapapun bekerja di Karawang bahkan bagus hadirnya ribuaan perusahaan jadi menambah pajak dan serap tenaga kerja lokal dan luar Kabupaten. Namun bagi yang kurang beruntung semacam Hasan Cs semestinya harus menjadi priortas Pemkab untuk mencari solusinya. Diyakini, sekelas Hasan jadi kuli atau buruh bangunan pasti terkendala dengan ijasahnya namun bila dirunut banyak pula pengangguran di Karawang yang berpendidikan tinggi tapi nyata senasib dengan Hasan malah sudah menjadi rahasia umum untuk bekerja di PT harus pakai uang pelicin.

Foto : Para lulusan Mahasisa pencari kerja

Persoalan SDM dan ijasah memang menjadi kendala umum tidak terserapnya tenaga lokal Karawang untu masuk perusahaan-perusahaan namun ini bukanlah semata persoalaan pribadi tapi hajat hidup orang banyak adalah menjadi kewajiban negera sesuai UU 45, jadi hal ini secepatnya dicarikan soluinya jangan sampai bunyi Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” jadi sebuah anekdot yang menyakitkan, tegas Samsu Rizal.

Semajak awal saya bilang kedatangan Jokowi ke karawang adalah tamparan bagi pejabatnya karena ini urusan vital dan bab pangan bisa disiasatinya bukan saling salahkan atau pojokkan alam sebagai penyebab hingga beras mahal padahal bisa diredam dengan gunkan beras cadangan milik Pemda agar harga terkendali, ungkitnya lagi dari Samsu.

Yang jadi pertanyaan sangat gamblang, sambungnya, siapa yang " tibalik hampela" masyakaratnya atau para pejabat Karawang yang terkait. Namun saya orang bodoh dan masyarakat bisa seperti yang lainnya pastilah selalu nurut perintah agama dan pepatah orang tua kita yakni " Patuh dan tunduklah pada negara" (sing anut ka pamarentah,red). Tentunya itu bukan bualan, tandas Samsu, rakyat itu tergantung pimpinnya.Mau dibawa dan seperti apa Kabupaten Karawang ya terserah kepada penguasanya bukan kepada pengusaha yang berkuasa. Buktinya beras mahal salah satunya akibat pengusaha yang berkuasa  selain faktor lain, dan itu semestinya diantisipasi sejak awal oleh para pejabat Karawang, pungkas Samsu Rizal, tampak sesalnya yang terlihat dari raut rona wajahnya. (red/rls)

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan